Sebetulnya, keterangan mengenai Kerajaan Salakanagara ini hampir tidak
ada. Tidak ada atau belum ditemukan satu sumber sezaman tentang
Salakanagara, baik berupa prasasti, candi, atau naskah, kecuali arca dan
berita dari Cina. Satu-satunya keterangan tertulis mengenai kerajaan
ini adalah Pustaka Rajya-rajya I Bhumi Nusantara yang ditulis pada abad
ke-17 oleh Panitia Wangsakerta.
Sebelum membahas kerajaan ini, marilah kita mengupas perihal naskah
Wangsakerta ini. Naskah yang dibuat secara lokakarya atau seminar
(gotrasawala) ini masih diperdebatkan keabsahannya sebagai sumber
sejarah. Para sarjana sejarah, filologi, dan arkeologi masih berdebat
tentang data yang tercantum dalam naskah yang disusun oleh para ahli
(mahakawi) “sejarah” dari berbagai pelosok Nusantara. Kitab ini terbagi
dalam lima parwa (jilid), dan setiap parwa tersusun atas lima sarga
(bab). Selain Pustaka Rajya-rajya I Bhumi Nusantara, terdapat
naskah-naskah lainnya yang disusun panitia Wangsakerta, seperti Carita
Parahyangan, Nagarakretabhumi, Pustaka Dwipantara, Pustaka Pararawtan I
Bhumi Jawadwipa.
Secara garis besar, Pustaka Rajya-rajya I Bhumi Nusantara membagi
Nusantara ke dalam tiga zaman, yakni purwayuga (zaman prasejarah atau
nirleka), rajakawasayuga (zaman kejayaan raja-raja), dan dukhabharayuga
(zaman kesengsaraan, yakni zaman pejajahan Belanda). Nah, dengan
demikian tak ada salahnya bila kita mengetahui hal-ikhwal kerajaan ini,
meski belum dapat dijadikan kepastian sejarah.
Menurut pustaka tersebut, Salakanagara merupakan kerajaan pertama di
Nusantara yang berlokasi di Jawa Barat bagian barat, daerah Banten.
(Jadi, bukan Kutai seperti yang kita percayai selama ini). Pendirinya
adalah Dewawarman, bergelar Prabu Dharmalokapala Dewawarman Haji
Raksagapura-sagara. Dewawarman berasal dari negeri India. Oleh Kerajaan
Pallawa di India, ia ditugaskan untuk menjadi duta negara ke sebelah
barat Pulau Jawa. Ia kemudian menjadi raja kecil di pesisir barat Jawa
Barat. Nama Raksagapurasagara kiranya mengingatkan kita pada nama gunung
di Pulau Panaitan, tempat di mana ditemukannya sejumlah arca Siwa dan
Ganesa, bernama Gunung Raksa.
Setelah tiba di Ujungkulon, Dewawarman menikah dengan Pwahaci Larasati,
anak dari kepala desa setempat yang bernama Aki Tirem atau Sang Aki
Luhurmulya. Aki Tirem nyatanya berasal dari Swarnabhumi (Sumatera),
sementara leluhurnya berasal dari India.
Dewawarman bersama anak buahnya, baik yang berasal dari India maupun
penduduk pribumi, harus senantiasa menjaga ketertiban dan keamanan
wilayahnya. Bandar-bandar yang terletak di tepi laut atau di muara
sungai itu sering dijambangi perompak. Diceritakan, pada suatu hari ada
perahu perompak yang nekad berlabuh sehingga perahu mereka dikepung oleh
pasukan Dewawarman. Berlangsunglah pertempuran yang alot. Sebanyak 37
orang perampok mati terbunuh, sedangkan yang tertawan atau luka-luka
sebanyak 22 orang. Perompak yang tertawan lalu dihukum gantung.
Sementara itu, Aki Tirem memeroleh perahu lengkap dengan senjata dan
perlengkapannya. Sebagai perwujudan terima kasih, Aki Tirem mengadakan
utsarwakarma atau upacara jamuan lengkap dengan pertunjukan kesenian.
Singkat cerita, para anak buah Dewawarman menikah dengan pribumi
setempat dan beranak-pinak di sana.
Tatkala Aki Tirem sakit parah, ia menyerahkan daerah kekuasaannya kepada
Dewawarman, menantunya. Setelah Aki Tirem wafat, Dewawarman segera
mengumumkan berdirinya kerajaan Hindu di Ujungkulon bernama
Salakanagara. Pwahaci Larasati pun menjadi permaisuri dengan gelar Dewi
Dhwanirahayu.
Disebutkan dalam pustaka tersebut, Dewawarman (disebut juga Dewawarman
I) memerintah tahun 130-168 Masehi. Keterangan ini tak bertentangan
dengan kronik (berita) Cina yang menyebutkan bahwa pada tahun 132 M di
wilayah Jawa bagian barat ada raja bernama Pien dari Kerajaan Ye-tiao.
Pien merupakan nama Cina untuk Dewawarman, sedangkan Ye-tiao lafal Cina
untuk Jawadwipa. Keterangan tertulis lain tentang keberadaan
Salakanagara (yang berarti “Kota Perak” atau disebut juga Rajatapura)
adalah catatan ahli geografi Yunani Kuno bertahun 150 M, Ptolemeus. Ia
menulisnya dengan nama Argyre.
Wilayah Salakanagara meliputi daerah Jawa Barat bagian barat, termasuk
semua pulau yang terletak di sebelah barat Pulau Jawa, dan laut yang
membentang antara Jawa dan Sumatra. Karena letaknya strategis,
Salakanagara merupakan tempat perahu dagang berlalu-lalang dari arah
barat ke timur dan sebaliknya. Maka dari itu, perahu-perahu tersebut mau
tak mau harus singgah di sana dan menghadiahkan persembahan/upeti
kepada raja (semacam pajak). Sebagai imbalannya, perahu tersebut
mendapat perlindungan dari raja. Sebaliknya, para perompak dan pengacau
keamanan akan ditindak keras: perahu mereka dirampas, perompaknya
dihukum gantung!
Dari pernikahannya dengan Pwahaci Larasati, Dewawarman memiliki beberapa
anak. Satu di antaranya anaknya kemudian menggantikannya menjadi raja,
yakni yang bergelar Prabu Digwijayakasa Dewawarman (Dewawarman II) yang
memerintah tahun 168-195 M. Dewawarman pun memiliki istri lain seorang
putri Pallawa yang meninggal di negerinya;
Kerajaan Salakanegara Cikal Bakal Kerajaan Nusantara
GP I
9:26 AM
Thanks for reading Kerajaan Salakanegara Cikal Bakal Kerajaan Nusantara
Silakan Kunjungi Tempat Wisata Jogja Klik di http://www.kitadolan.com atau Dolan Dolan
Paket Wisata Murah Klik di Paket Wisata
Tips Hemat Wisata keluarga Klik di Tips Hemat Wisata Keluarga Ke Yogyakarta
Labels: Sejarah
« Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next »
Next Post »
Next Post »